Kasih ibu kepada beta
tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi tak harap kembali
bagai sang surya menyinari dunia
tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi tak harap kembali
bagai sang surya menyinari dunia
Sewaktu kecil, penghayatan kita akan lagu tersebut pastinya akan sangat jauh berbeda dengan saat-saat kita menjadi dewasa. Terlebih lagi saat kita sendiri yang dilahirkan sebagai perempuan menjadi seorang ibu.
Seorang Ibu sedemikian tingginya dipuji dan dipuja di dalam banyak syair-syair dan lagu, bahkan di dalam kitab sucipun diwajibkan untuk mencintai Ibu setulus-tulusnya dan setinggi-tingginya. Namun di dalam kenyataan kehidupan kita sehari-hari sudahkah kita menempatkan Ibunda kita pada posisi yang seharusnya?
Banyak dari para Ibu dengan anak-anak yang sudah dewasa berpendapat bahwa dirinya bahagia selama anak-anaknya bahagia. Tak jarang sering kita melihat sendiri betapa kerasnya perjuangan orang tua kita, dan terutama Ibu-Ibu yang berjuang dalam menghidupi,mengasuh dan membesarkan anak-anak. Sehingga tidak jarang mereka bahkan tidak pernah mengenal kata “istirahat” atau bahkan mengenyam kenikmatan hidup karena waktu mereka hanya diisi dengan bekerja dan bekerja.
Banyak di antara jajaran para Ibu yang sejak masa muda hingga anak-anaknya dewasa begitu membanting tulang untuk membesarkan anak-anak mereka. Setelah anak-anak mereka dewasa,menikah dan memberikan cucu, malahan para nenek masih tetap terus mempunyai beban sebagai pengasuh cucu-cucu mereka sendiri. Alangkah ironisnya.
Meskipun Ibu-ibu kita pastinya sangat berbahagia berdekatan dengan cucu-cucunya, namun apakah ini balas budi yang kita berikan kepada Ibunda kita tercinta?
Sering kali saya bertanya-tanya, mengapa di Indonesia tidak ada Mother’s Day seperti di beberapa Negara Eropa dan Amerika? Apakah kita sebagai bangsa Indonesia, perempuan Indonesia yang mengidolakan diri sebagai bangsa yang berbudi luhur, merasa begitu maju sehingga tidak perlu mempunyai satu hari sebagai hari apresiasi, menunjukkan kecintaan kepada Ibunda dan Ayahanda?
Tinjauan Historis Mother’s Day dan Hari Ibu
Menilik sejarah Mother’s Day dan Hari Ibu, ternyata yang kita peringati di Indonesia sebagai Hari Ibu, adalah Ibu sebagai perempuan yang diharapkan maju dan berani, berharkat serta berpendidikan.
Perempuan Indonesia bersepakat menetapkan tanggal 22 Desember sebagai Hari Ibu pada saat berlangsungnya Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938, dengan mengambil tanggal pertama berlangsungnya Kongres Perempuan Indonesia I di Yogyakarta,yang berlangsung pada 22-25 Desember 1928. Kongres I ini dihadiri oleh sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera.
Dari Kongres Perempuan Indonesia I ini dirumuskan beberapa tuntutan, yaitu :
- penentangan terhadap perkawinan anak-anak dan kawin paksa
- penetapan syarat-syarat perceraian yang menguntungkan pihak perempuan
- sokongan pemerintah untuk para janda dan anak yatim
- beasiswa untuk anak perempuan dan sekolah-sekolah perempuan
Sebagai hasil dari kongres I ini, didirikan Perikatan Perkumpulan Perempuan Indonesia (PPPI) yang bertujuan menjadi pertalian segala perhimpunan perempuan Indonesia, memperbaiki nasib dan derajat perempuan Indonesia.
Selayaknya sebagai perempuan Indonesia kita berbangga hati, karena sudah hampir mendekati satu abad yang lalu perempuan Indonesia ternyata memiliki visi yang sangat maju dibandingkan dengan bayangan banyak orang mengenai perempuan Indonesia masa sebelum kemerdekaan. Ataukah kita yang terlena, sehingga seringkali kita tidak menyadari bahwa perempuan dan Ibu adalah suatu kata dan makna yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Sementara Mother’s Day berakar dari kebudayaan Yunani, yang mula-mula ditujukan untuk pemujaan terhadap Rhea, Ibu dari segala Dewa-dewi. Dilanjutkan oleh pemujaan bangsa Roma Kuno kepada Ibu dari segala Dewa-dewi mereka, Cybele. Tradisi ini dilanjutkan oleh kaum Kristiani dalam bentuk pemujaan kepada Mary, Ibunda Christ. Kemudian di Inggris, tradisi ini diterapkan untuk menghormati para Ibu, dan disebut sebagai Hari Minggu para Ibu.
Di Amerika, tradisi Mother’s Day baru ditetapkan secara nasional sebagai Mother’s Day pada tahun 1914 oleh Presiden Woodrow Wilson. Seorang Ibu bernama Anna Jarvis pada tahun 1907 memulai kampanye untuk memasyarakatkan Mother’s Day, sebagai peringatan atas kerja keras Ibundanya (yang bernama sama), yang semasa hidupnya mengenalkan Mother’s Work Day,yaitu satu hari untuk menggalang kesadaran bagi perbaikan kesehatan masyarakat miskin yang diyakininya terutama akan sangat bagus digalang oleh para Ibu. Anna Jarvis berangkat dari keinginan agar seluruh Ibu mendapatkan penghormatan atas segala jasa dan kerja keras mereka di dalam keluarga. Anna, mengirimkan surat kepada gereja-gereja, politikus, pengusaha hingga Presiden Taft dan Roosevelt untuk mendukung kampanyenya.
Dengan penetapan Mother’s Day sebagai National Holiday di Amerika, maka dimulailah tradisi-tradisi Mother’s Day, antara lain misa khusus gereja untuk merayakan Mother’s Day, mengirim surat kepada Ibu, mengirim kartu ucapan, mengirim bunga dan hadiah untuk Ibu.
Cinta kepada Bunda
Seringkali dinyatakan bahwa apapun yang kita lakukan dan persembahkan kepada orang tua kita,terutama kepada Ibu kita, tidak akan pernah terbalas jasa dan cinta yang telah kita terima dari orang tua dan Ibu kita tercinta.
Masih perlukah kita untuk membuat satu Hari Ibu dan satu Hari Ayah? Ataukah perlu kita mencanangkan satu Hari Orang Tua?
Di luar kontroversi dan polemik terhadap komersialisasi Mother’s Day di Negara-negara Eropa dan Amerika, dapatkah kita membuktikan rasa kecintaan dan penghormatan kita kepada Ibu secara kongkrit? Apakah kita memang selalu menjadi anak yang berbakti dan membahagiakan Ibu dan orang tua? Apakah Ibu kita sudah berbahagia?
Juga terlepas dari masalah apakah Ibu kita sudah berbahagia dengan apa yang dimilikinya sekarang ini atau belum, tidak ada salahnya bila kita memulai mengingatkan diri sendiri apakah perlakuan, perkataan dan perangai kita sehari-hari sebagai seorang anak terhadap Ibu tercinta sudah mencerminkan apresiasi dan kecintaan kita kepada Ibu secara tulus. Seulas senyum yang tulus jauh lebih berharga dari sebutir berlian. Namun sebutir berlian yang diberikan sebagai hasil kerja keras yang halal dan diberikan kepada Ibunda tercinta dengan tulus dan diiringi dengan senyuman yang ikhlas, pastilah akan diterima Ibu dengan bahagia.
Sementara di dalam budaya ketimuran Indonesia yang menjunjung tinggi keluhuran Ibu tidak ada Hari Ibu sebagai apresiasi kerja keras Ibu di dalam rumah tangga, bagaimanakah kita bisa berkata bahwa di dalam budaya kita yang luhur, kita telah memberikan penghormatan dan menunjukkan kecintaan kita kepada Ibu ?
Walaupun Ibu tidak pernah meminta untuk dihormati dan dicintai, tidak pernah meminta balas jasa, tidak pernah meminta untuk dipuja dan puji, sudah membudayakah cinta anak kepada orang tua dan Ibu ? Sepertinya, pada kebanyakan keluarga di Indonesia, apresiasi kecintaan anak kepada orang tua dan Ibu masih sebatas pada sikap menurut kepada kemauan orang tua. Pengungkapan cinta kasih kepada Ibu masih menjadi satu set dan tidak bisa terlepas dari orang tua yaitu Ayah dan Ibu. Taat, patuh dan berbakti kepada orang tua adalah tiga kata kunci yang masih dipegang oleh banyak keluarga sebagai syarat apresiasi kecintaan dan penghormatan kepada orang tua, terutama kepada Ibu.
Kadang ada yang menuangkan rasa kecintaan dalam bentuk puisi, syair atau surat. Ada pula yang menuliskannya di dalam diary atau buku harian. Kadang ada yang memberikan kartu atau hadiah saat ulang tahun atau ulang tahun perkawinan orang tua. Namun cara penuangan rasa cinta dan hormat ini bisa dikatakan hanya dilakukan oleh segelintir golongan di dalam masyarakat.
Salah satu hal yang paling sering dilakukan sebagai bukti kecintaan kepada orang tua adalah pulang kampung untuk berlebaran di rumah orang tua. Sungkeman atau bersimpuh/berlutut meminta maaf atas kesalahan yang dilakukan sekaligus memohon doa dan restu dari orang tua adalah satu hal yang paling lazim dijumpai di dalam masyarakat kita. Banyak pula di dalam masyarakat yang mengatakan bahwa bentuk lain dari ungkapan kecintaan dan penghormatan kita kepada orang tua, adalah dengan merawat dan menjaga orang tua di hari tuanya.
Sekarang lihatlah kenyataan yang terjadi. Kehidupan yang semakin kompleks, sementara suami istri semakin banyak yang keduanya bekerja untuk menghidupi keluarga. Anak-anak akhirnya terpaksa dibesarkan dan diasuh lebih banyak oleh orang selain Ibu kandungnya sendiri. Apakah itu nenek, tante, pembantu rumah tangga atau baby sitter, atau petugas di tempat penitipan anak.
Bila perempuan Indonesia sudah membicarakan masalah penitipan anak sejak hampir satu abad yang lalu bagi buruh dan pekerja perkebunan, apakah pernah terpikir oleh kita sekarang apa kontribusi perempuan Indonesia masa kini terhadap kesejahteraan perempuan Indonesia baik sebagai pribadi, sebagai anggota masyarakat, sebagai istri dan sebagai ibu rumah tangga ?
Hari Ibu tanggal 22 Desember lebih tepat diubah namanya menjadi Hari Perempuan Indonesia. Sehingga masih ada tempat bagi mereka yang ingin mengistimewakan Ibunda tercinta di hari tertentu, meskipun hanya dengan seulas senyum yang tulus. Happy Mother’s Day
by :ika
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar